Rahasia Markis Haihun dalam mengumpulkan kekayaan

Makam Markis Haihun menghasilkan 478 objek emas dengan total bobot 115 kilogram — sebuah rekor untuk temuan dari makam kuno di Tiongkok. Di antaranya terdapat 48 batangan emas berbentuk tapal kuda (ma-ti jin), 25 keping emas “linzhi”, 20 lempeng emas, dan 285 keping emas berbentuk kue. Sebagai perbandingan, makam Dinasti Han Barat dengan emas terbanyak yang pernah ditemukan sebelumnya — milik Raja Liu Kuan dari Jibei — hanya berisi 4,266 kilogram; disusul makam Raja Liu Xiu dari Zhongshan (3,384 kg) dan Raja Liu Sheng dari Zhongshan (1,16 kg). Ketiganya adalah raja pada masa Han Barat, namun total emas dari ketiga makam tersebut tidak mencapai 8 kilogram — jauh lebih sedikit dibanding temuan di makam Liu He.
Dengan harga emas saat ini, nilai emas dari makam Liu He saja melebihi 32 juta RMB. Sekitar dua juta keping koin perunggu juga ditemukan — lebih dari sepuluh ton — setara dengan kira-kira 1% dari jumlah koin yang dicetak negara pada tahun itu. Lebih dari 3.000 benda (atau set) perunggu dan besi digali, termasuk peralatan sehari-hari, instrumen musik, perlengkapan kereta-kuda, senjata, stempel, dan cermin perunggu. Di antara peralatan sehari-hari terdapat alat distilasi, peralatan kukus dan rebus, kendi, wajan berkaki tiga (ding), tempayan (fou), bejana bertangkai (zun dan you), lampu angsa-ikan, pedupaan Boshan, lampu, tempat lilin, jam air tetes, seperangkat lonceng bianzhong (dua dudukan; satu set berisi 14 lonceng), seperangkat batu bunyi bianqing (di sini berbahan besi), pemberat alas duduk, dan lainnya.
Yang patut dicatat adalah ditemukannya sebuah bab berjudul “Mengetahui Jalan” dari Analek (Lunyu Zhidao Pian), yang sangat mengindikasikan kemungkinan ditemukannya Analek Qi yang telah lama hilang. Jika dikonfirmasi, itu akan menjadi penemuan yang sangat penting bagi dunia akademik — benar-benar tak ternilai harganya.
Berdasarkan penilaian ahli, nilai pasar artefak emas dari makam Liu He jauh melampaui 1 miliar RMB. Satu benang merah di setiap tahap kehidupan Liu He — bahkan saat ia menjadi rakyat biasa — adalah: ia tak pernah kekurangan uang. Menilik latar belakang dan perjalanan hidupnya, sumber kekayaannya meliputi:
Akumulasi pribadi Termasuk kekayaan yang ia kumpulkan saat menjadi raja, kaisar, rakyat biasa, dan kemudian sebagai Markis Haihun. Yang paling signifikan adalah 14 tahun masa pemerintahannya sebagai Raja Changyi; 10 tahun sebagai rakyat biasa dan 4 tahun sebagai markis juga memberi andil besar. Masa pemerintahannya sebagai kaisar terlalu singkat untuk membawa banyak harta dari takhta.
Warisan ayah Ketika ayahnya, Liu Bo, wafat, Liu He baru berusia lima tahun. Meskipun pemakaman mewah lazim pada masa Han Barat, Liu Bo tidak membawa semua hartanya ke liang lahat seperti banyak pangeran; ia justru mewariskan harta paling berharga kepada putra tunggalnya. Sebagai putra kesayangan Kaisar Wu, Liu Bo menerima banyak anugerah kekaisaran — terutama batangan emas berbentuk tapal kuda, emas “linzhi”, dan keping emas. Catatan sejarah menyebut kemurahan hati Kaisar Wu: setelah Jenderal Wei Qing mengalahkan Xiongnu, ia dianugerahi lebih dari 200.000 jin emas (satu jin Han ≈ 250 g). Di bawah Kaisar Xuan, tercatat pula 7.000 jin untuk Huo Guang, 5.000 untuk Raja Guangling, dan masing-masing 100 untuk 15 raja feodal. Sebagai putra kesayangan, Liu Bo jelas menerima anugerah yang berlimpah.
Di kampung halaman Liu He, Changyi (kini Shandong), ada dua makam besar. Salah satunya — digali di tebing batu Jinshan — mulai dibangun Liu He untuk dirinya sendiri saat ia menjadi Raja Changyi; proyek raksasa yang sangat mahal. Namun makam itu tak pernah selesai: ketika ia dipanggil ke ibu kota untuk menjadi kaisar, makam itu tak lagi diperlukan; setelah diturunkan menjadi rakyat biasa, ia pun tak bisa menggunakannya; kemudian, sebagai Markis Haihun, ia wafat saat menjabat dan dimakamkan di daerah setempat. Makam yang direncanakan di Changyi pun menjadi gundukan yang terbengkalai. Di sisi lain gunung terdapat makam besar lainnya di bukit tanah Hongshan — makam ayahnya, Liu Bo. Digali pada 1970-an dan tak pernah dijarah, makam itu berisi lebih dari dua ribu benda dari giok, perunggu, dan keramik untuk keperluan sehari-hari — tanpa satu pun benda emas atau harta berharga. Benda-benda paling bernilai telah diwariskan kepada Liu He saat kecil. Setelah Liu He diturunkan, pengadilan bahkan mengizinkan seluruh harta milik negara Changyi diberikan kepadanya.
Hadiah dari generasi sebelumnya Paman buyut dari pihak ibu Liu He, Li Guangli, pernah mendukung pengangkatan Liu Bo sebagai putra mahkota. Saudara laki-laki selir Li yang sangat disayang Kaisar Wu ini kemudian dianugerahi gelar Jenderal Ershi dan memimpin penaklukan Dayuan di Wilayah Barat, membawa pulang kuda-kuda Ferghana “berkeringat darah”. Kaisar Wu sangat gembira dan memerintahkan pencetakan emas berbentuk tapal kuda sebagai hadiah istana. Atas jasa militernya, Li Guangli menerima jumlah yang sangat banyak dari emas berbentuk tapal kuda itu. Untuk mendukung Liu Bo sebagai pewaris, ia melakukan banyak “investasi hubungan” dan pemberian keluarga — pasti termasuk emas tapal kuda dan emas “linzhi”, simbol kehormatan dan status. Liu Bo tidak membawa benda-benda itu ke makam; setelah ia wafat, semuanya menjadi milik Liu He. Ini menjelaskan mengapa emas berbentuk tapal kuda dan “linzhi” begitu melimpah di makam Liu He.
Sumbangan duka cita dari istana dan kerabat Pada masa Han Barat ada sistem sumbangan belasungkawa (fuzeng). Ketika seorang pangeran atau markis wafat, istana memberikan sumbangan uang, begitu pula kerabat dan sahabat. Di makam itu ditemukan hingga dua juta koin Wu Zhu, dengan bobot lebih dari sepuluh ton — kemungkinan merupakan sumbangan dari Kaisar Xuan dan dari kerabat serta sahabat Liu He saat ia wafat.
Pengecoran dan pembuatan selama masa markis Lampu “angsa dan ikan” yang terkenal dari makam itu kemungkinan terinspirasi dari adegan yang disaksikan Liu He di tepi Danau Pengli (kini Danau Poyang): seekor angsa menangkap ikan. Adegan itu membangkitkan perenungan tentang nasib — ia merasa dirinya ibarat ikan yang dicekam kuat oleh paruh angsa, tak mampu bergerak. Baik sebagai raja, kaisar, rakyat biasa, maupun markis, ia tidak sepenuhnya dapat menentukan nasibnya sendiri. Dari perasaan itu lahir desain lampu angsa-ikan.
Diterbitkan pada: 9 Sep 2025 · Diubah pada: 10 Sep 2025